Pahlawan

“Nak, tahukah kamu apa yang dimaksud pahlawan itu?” 
tetiba ayah bertanya kepadaku di malam yang cukup dingin itu. 

Pahlawan yang sudah lama kita kenal dan yang kita paradigma kan bagi seseorang yang layak disematkan titel pahlawan adalah seseorang yang mampu mempertahankan kemerdekaan. Seseorang yang memiliki daya kemampuan tinggi dalam berperang. Secara general tak ada yang salah dengan statement tersebut. Tapi, tak selamanya pahlawan adalah mereka yang rela menumpahkan darah mereka demi kepentingan bangsa. Dewasa kini sulit untuk menemukan titel pahlawan dalam konteks tersebut. Tak bisa dipungkiri jiwa kepahlawanan dimiliki oleh setiap orang yang ada di dunia ini. Tetapi, masalahnya apakah mampu orang tersebut mengeluarkan atau menunjukkan sisi kepahlawanannya, ataukah hanya dipendam dan memungkirinya.

“Seseorang yang mampu mengatakan dan melaksanakan kebenaran diatas kedzaliman pun dapat dikategorikan sebagai seorang pahlawan. Seseorang yang mampu mengorbankan waktu, pikiran serta jasa demi kebaikan bersama pun dapat dikategorikan sebagai seorang pahlawan. Tanpa Pamrih. Pahlawan itu tak hanya menolong orang yang lemah, tetapi menolong orang yang tertindas akan kedzaliman. Karena tak selamanya lemah itu berarti benar.” Hening datang selama kurang lebih dua menit sebelum aku mencerna semua isi kalimat Ayahku. “Jadi, siapakah pahlawan yang kau kenal nak?” Berapa banyak yang bisa kita sebut jika seseorang menanyakan siapa saja pahlawan yang kita ketahui? Soekarno, Jenderal Sudirman, Pangeran Diponegoro?

Aku telah menetapkan pilihan dan bersiap menjawab.
“Ayah”.

Mereka semua menyebutnya pahlawan. Karena bersamanya lah aku merasa nyaman, aman dan tentram. Karena bersamanyalah aku diajarkan kebaikan dan tanpa balasan. Tapi aku takut. Aku takut tak bisa memberikan yang terbaik bagi pahlawanku di sisa waktu hidupnya. Tapi aku berusaha membuat pahlawanku bangga terhadapku, penerusnya. Karena itulah pahlawan dilahirkan. Karena setiap orang memiliki pahlawannya masing-masing. 

Komentar